Bersua Babi Hutan, di Gunung Papandayan (Trip to Garut: 25-26 Maret 2016)

Long weekend datang, liburan menyerang! Yess, pada akhir bulan Maret lalu ada tanggal merah yang letaknya cukup strategis, karena menjelang weekend. Bagi kaum-kaum #kurangpiknik seperti saya, sudah semestinya membuat rencana liburan. Sudah terbiasa dengan naik-turun tangga dan lift, terbesit sebuah keinginan untuk mendaki kerikil-yang-tersusun-rapi-dan-halus-membentuk-bangun-tiga-dimensi yang biasa disebut sebagai “gunung”. Karena di ibukota tidak ada gunung, maka sudah pasti destinasi-nya berada di luar Jakarta. Tidak berani untuk mengambil tujuan yang terlalu jauh, dicarilah referensi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari ibukota. Setidaknya ditemukan 3 tempat: Gunung Gede, Gunung Pangrago, Gunung Papandayan. Dan pada akhirnya, saya memutuskan untuk berlabuh ke Gunung Papandayan, kenapa? Karena Gunung Gede-Pangrago ditutup sampai akhir April, jadi pendakian tidak bisa dilakukan.

20160326_085926
Gunung Papandayan (2665 mdpl.)

Dimulailah mencari berbagai petunjuk untuk bisa mencapai Basecamp pendakian Gunung Papandayan. Karena sudah buanyaaak sekali orang Jakarta yang pernah nongkrong di Papandayan, dan buanyaaak sekali yang berbaik hati untuk berbagi informasi, membuat kami tidak menemui kesulitan berarti untuk memperoleh info ke sana. Sekarang tinggal cari teman ‘menderita’. Dan ini bagian yang susah, teman2 saya banyak yang pada sibuk! calon eksekutif muda kali ya, banyak kesibukan. Jadilah hanya 4-“minus”-1 orang yang bisa ikut ke garut (-1 karena ada teman yang ‘tumbang’ waktu Hari-H).

Let’s begin the Journey!

Jakarta-Garut

Untuk bisa mendaki gunung Papandayan, kita harus terlebih dahulu menuju ke Kota Garut, karena Gunung Papandayan tidak menyediakan jalur pendakian via Jakarta. Untuk menuju Garut, banyak sekali caranya. Bisa dengan Bis, Kereta, Pesawat, atau kendaraan pribadi seperti motor juga mobil. Tapi, menurut saya perjalanan menggunakan Bis nampaknya menjadi alternatif terbaik untuk saat ini, tidak capek, tidak lama, dan gampang. Jika memutuskan untuk naik Bus, ada beberapa terminal yang menyediakan rute Jakarta-Garut, tapi salah satu yang paling favorit adalah di Terminal Kampung Rambutan. Ada juga di Terminal Pasar Rebo, Lebak Bulus, juga Bekasi. Untuk P.O. nya juga banyak, tapi setahu saya yang paling favorit adalah Karunia Jaya dan Primajasa. Saya kemarin kebetulan memutuskan berangkat dari Terminal Bekasi dengan P.O. Primajasa. Tapi ternyata, disini untuk jurusan Garut bisnya hanya tersedia Ekonomi Non-AC saja, tidak terlalu nyaman mungkin bagi yang kurang terbiasa. Sehingga jika mencari Bus AC, bisa saja ke Kampung Rambutan, atau di Pool Bus Primajasa di Cililitan. Perjalanan Jakarta Garut kalo normal dan lancar seharusnya bisa ditempuh dalam 5-6 jam saja. Tapi kemarin, karena bertepatan dengan liburan panjang dan ‘blunder’ pilih bus, akhirnya harus rela bersabar sampai 8 jam untuk bisa sampai di Terminal Guntur, Garut.

Terminal Guntur-Cisurupan

Kalau sudah sampai di Terminal Guntur, kita harus turun dari bus! Jangan sampai lupa! Setelah turun, kita bisa nyantai-nyantai dulu, buang air, atau sholat dulu, karena di seberang terminal ada masjid yang cukup nyaman buat istirahat dan sholat. Ada juga WC Umum yang cukup besar, nyaman, dan bersih, tapi berbayar. Dari terminal kita akan menuju ke sebuah spot di daerah Cisurupan terlebih dahulu, karena tidak ada angkutan umum yang bisa langsung mengantarkan kita ke basecamp, kecuali mobil carteran. Tempat ini adalah spot transit terakhir sebelum ke basecamp Pendakian Papandayan, atau Basecamp David. Tak perlu ragu atau bimbang, di Terminal Guntur sudah disediakan angkutan menuju Cisurupan, berupa mobil angkot. Jangan bingung, kalau outfit kita sudah terlihat ‘gunung’ banget dengan tas carrier dan sandal/sepatu gunungnya, kita akan dihampiri supir angkot untuk menaiki tunggangannya. Tapi jangan salah naik, karena disini merupakan spot awal bagi calon pendaki untuk naik ke Gunung lainnya di Garut, yaitu Gunung Cikuray. Pastikan naik angkutan yang akan membawamu ke Cisurupan untuk naik Papandayan. Lama Perjalanan menuju Cisurupan adalah 45-60 menit. Jangan berharap bisa duduk dengan tenang selama perjalanan, karena angkutan disini cukup nekat! Satu angkot biasanya diisi sampai 16 orang! Gepeng boss!

Cisurupan-Basecamp David

60 menit berlalu, sampailah kita di daerah Cisurupan. Tidak ada yang spesifik dari tempat ini, hanya tampak beberapa mobil pickup yang berjejeran rapi di pinggir jalan. Itulah moda transportasi yang akan mengangkut kita menuju Basecamp David. Disinilah tujuan terakhir dari angkot-angkot yang mengakomodasi calon pendaki Papandayan, yang akan diteruskan oleh mobil pickup. Hampir saya seperti angkot, untuk satu pickup biasanya mengangkut rata-rata 12-15 orang beserta barang bawaannya. Sehingga jangan berharap bisa duduk tenang disini, karena selain harus berbagi tempat, jalan yang dilalui menuju basecamp pun cukup ‘seksi’. Banyak kelokan, banyak tanjakan, juga kalau beruntung dapet ‘jeglongan’ juga. Kuatkan pegangan kalian, teman-teman! Di tengah perjalanan, akan dilalui sebuah gapura yang merupakan pintu masuk, juga tempat pendaftaran dan pembayaran retribusi bagi calon pendaki.

20160326_135621
Tampak depan: Pick-Up untuk transport Cisurupan-Basecamp | Tampak belakang: Angkot untuk transport Terminal-Cisurupan

Basecamp David-Jalur Pendakian

Turun dari pickup, cek barang, istirahat leyeh-leyeh dulu. Kompleks basecamp ini luaaaas banget! Banyak warung berjejeran, tinggal tunjuk, ambil, dan bayar! Bagi yang belum siap peralatan camping, disini juga banyak sekali yang menyediakan persewaan alat-alat camping. Tapi alangkah lebih baik jika booking dulu jauh-jauh hari, biar nggak kehabisan. Kalo cuaca lagi terang dan cerah, kawah besar Papandayan bisa terlihat dari sini disertai dengan kepulan asap yang melanglang buana. Basecamp David ini luaaaas sekali, karena memang Papandayan bukan hanya destinasi bagi para pendaki saja, tapi juga destinasi wisata untuk keluarga.

20160326_125055
Kawah Papandayan dilihat dari Basecamp David

Untuk memulai perjalanan, kita akan melalui sebuah jalanan berbatu yang disampingnya banyak ditumbuhi pepohonan, dan para pedagang yang menjajakan makanannya. Tidak lama kemudian, kita akan sampai di kawah yang luar biasa besarnya, yang tak henti-hentinya mengepulkan asap putih dan bau khas ala belerang. Banyak spot yang bisa digunakan untuk berfoto-foto ria, terlebih saat hari cerah. Kebetulan waktu itu saya memulai pendakian pukul 10 malam, jadi tidak dapat melihat apa-apa malam itu, kecuali kerlipan lampu-lampu rumah dari kejauhan. Trek masih bisa dikatakan sopan, karena tanjakan belum banyak dan curam.

20160326_124021
Trek Awal Pendakian(?)

30 menit berlalu, sampailah kita di Pos Satu. Disini ada sebuah tanah lapang yang cukup luas, dan dipenuhi pula oleh bangunan-bangunan kecil semi permanen yang dimanfaatkan sebagai warung oleh warga sekitar. Cocok buat melepas lelah sejenak sambil jajan yang anget-anget. Tidak jarang ditemukan beberapa tenda dibangun di tempat ini, walaupun jarak menuju puncak masih jauh di atas.

Setelah melalui pos satu, kita mulai menemui tumbuhan-tumbuhan hijau di jalur pendakian. Trek pun masih belum terlalu berat, banyak ‘bonus’ ditemukan dari sini. Trek yang tadinya berupa bebatuan mulai berubah menjadi tanah sehingga perlu hati-hati saat musim hujan, karena trek bisa jadi sangat licin.

Satu jam berlalu, sampailah kita di Pos 2. Disini merupakan tanah lapang yang cukup luas, yang ditumbuhi banyak rerumputan. Cocok untuk mendirikan tenda, karena dari puncak sudah tidak terlalu jauh. Namun kalau masih kuat, kita bisa naik lagi sedikit ke atas untuk menuju ke Pondok Seladah, yang merupakan area terakhir yang diijinkan untuk mendirikan tenda. Namun disini dibatasi hanya boleh untuk 6000 pendaki, jika lebih dari itu, maka tenda mau tak mau harus didirikan di Pos 2. Terkadang pengelola juga menutup jalur ke Pondok Seladah pada pukul 18.00 untuk menghindari over capacity. Ada baiknya untuk berkomunikas dengan pihak pengelola terkait ketersediaan tempat di Pondok Saladah. Saat itu, setelah berkomunikasi dengan pihak pengelola, akhirnya kami memutuskan untuk naik lagi menuju Pondok Saladah untuk mendirikan Tenda. Perjalanan dari pos 2 ke Pondok Saladah memakan waktu 30-45 menit, tergantung stamina pendaki. Trek-nya mendaki teruuus, tanpa bonus, jadi harus pinter-pinter atur nafas.

Setelah 30 menit, akhirnya sampailah kita di Pondok Seladah Camp Area! Ini merupakan area terluas yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda. Dikelilingi dengan banyak sekali pohon edelweiss, membuat seolah-olah berada di nirwana. Banyak juga pedagang makanan yang berjualan, jadi jangan takut kelaparan, logistik aman. Tapi alangkah baiknya bila bisa membawa bekal dari rumah, karena harga makanan disini tingginya di atas langit, bisa sampai 3 kali lipat harga normal!

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, jadi langsung kami memutuskan untuk membangun tenda di tempat yang dekat dengan rawa. Nah disini, kami merasakan hal yang menarik. Kenapa? Karena tepat di seberang tempat kami membangun tenda terdapat seekor Babi Hutan yang tengah asyik memakan sisa-sisa makanan pendaki lain. Hal itu baru kami sadari setelah tenda selesai dibangun, akibat adanya suara aneh “krauk…krauk..” yang berlangsung selama 1 jam non-stop. Setelah dicari, ternyata itu suara si celeng yang asyik makan. Perasaan takut, takjub, dan lucu bercampur jadi satu. Tapi ternyata, hal-hal seperti ini biasa terjadi di sini. Masih banyak hewan-hewan liar seperti babi hutan dan rusa berkeliaran di sini. Begitu juga di gunung-gunung lainnya di Garut dan Jawa Barat, jadi jangan kaget kalau besok ketemu hewan-hewan ini. Jangan disakiti, tapi jangan cari mati juga haha. Berbagi sedikit makanan juga tidak ada salahnya, mereka ramah kok.

Dari Pondok Seladah, untuk menuju puncak kira-kira dibutuhkan 1-1,5 jam. Kebetulan waktu itu kami tidak sempat mencapai puncak, karena keterbatasan waktu yang tersedia. Kami memutuskan hanya untuk mengunjungi Hutan mati saja, yang berjarak 30 menit saja dari camp area. Hutan mati ini merupakan sebuah padang yang cukup luas yang dipenuhi pepohonan yang sudah mati akibat erupsi gunung papandayan. Dari sini kita dapat melihat kawah besar yang dilalui saat mulai pendakian dengan sangat jelas. Walaupun namanya cukup seram, tapi nuansa yang disajikan sangat eksotis! Cukup lah untuk memuaskan hati, walaupun tidak bisa sampai ke puncak.

-Galeri-

Rincian Pengeluaran Biaya Jakarta-Papandayan:

Berangkat

  • GrabCar Kelapa Gading-Terminal Bekasi: 80.000
  • Bus Ekonomi (non-AC) Bekasi-Garut : 40.000/orang
  • Angkot Terminal Garut-Cisurupan: 20.000/orang
  • Pickup Cisurupan-Basecamp David: 20.000/orang
  • Retribusi masuk Papandayan: 12.500/orang

Pulang

  • Basecamp David-Cisurupan: 20.000/orang
  • Cisurupan-Terminal Garut: 20.000/orang
  • Bus AC Garut-Cililitan (Pool Primajasa): 52.000/orang
  • Taksi Cililitan-Kelapa Gading: 82.000

Tambahan:

Kalau mau mendaki gunung, pastinya harus membawa peralatan camping seperti tenda, kompor, matras, dan sebagainya. Nah, kalau kesusahan mencari persewaan alat di Jakarta, kita bisa menyewa peralatan di garut. Banyak tempat persewaan di sana. Bila terpaksa harus mencari persewaan di Garut, saya menyarankan untuk mencari persewaan di sekitar Terminal Garut. Ada beberapa kontak yang bisa dihubungi, seperti:

  • Cantigi Camp: 085723400125 (Dekat Masjid Agung Garut)
  • Garut Camp:081646916608 (200 meter dari Terminal Garut)

Kemarin kebetulan saya menggunakan jasa Garut Camp, jadi silahkan bagi yang membutuhkan, bisa menghubungi kontak di atas.Harga bisa diatuur haha. Selamat Berlibur!

Author: rizdamfirlo

(mantan) Calon Guru yang sekarang sedang terjebak dalam rutinitas tak menentu

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.