Merbabu, Titik Balik Kelemahan Anak Manusia, Titik Terang Keagungan Tuhan (5-6 Oktober 2013) Part. I

Naik gunung mungkin merupakan salah satu pengalaman yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Begitu banyak pikiran-pikiran negatif yang merasuki pikiran, mulai dari kelelahan yang luar biasa, takut hilang di gunung, takut cedera, dan sebagainya. Hingga membuay saya enggan untuk mencobanya. Tapi suatu ketika, dalam sebuah forum kecil pasca kegiatan PPL ada suatu waktu dimana saya diberi kesempatan untuk mencobanya. dengan berbagai pikiran buruk di dalam otak, hati saya berkata, “Oke, ayo kita berangkat !”. satu kalimat itu cukup menghapuskan semua keraguanku tentang keinginan untuk naik gunung.

Sabtu, 5 Oktober 2013

akhirnya, hari yang ditunggu datang juga. pukul 9.30 saya dan teman saya dengan penuh rasa semangat pergi berangkat menuju kampus untuk berkumpul bersama teman-teman seperjuangan. ternyata cukup banyak teman yang ikut, total yang berangkat adalah 17 orang (9 perempuan, 8 pria). “Hmm… Ini bakal seru pasti !”, itu yang ada di benak saya ketika bertemu teman-teman yang lain.

Baik, setelah semua peralatan sudah siap, akhirnya pukul 14.00 kita berangkat menuju ke jalur pendakian merbabu. Itu adalah untuk pertama kalinya saya berkendara motor sendiri dengan jarak yang cukup jauh. Selama perjalanan saya hanya ditemani sebuah carrier bag yang beratnya mungkin hampir sama dengan berat badan saya 7 tahun yang lalu. “Berat !”. dan akhirnya sampailah kita ke pos I atau basecamp pendakian gunung merbabu. waktu saat itu menunjukkan pukul 16.00, dan segera kami menuju masjid terdekat untuk melaksanakan shalat ashar berjama’ah, dan dilankutkan makan siang-malam.

ImageBersiap Mendaki !

setelah selesai, kami bersiap-siap untuk memulai pendakian. jalur yang kami lewati adalah jalur Wekas. menurut informasi dari internet, jalur ini merupakan jalur tercepat dan terdekat menuju merbabu, walaupun bukan yang termudah. setelah selesai berdoa bersama, akhirnya kita mulai pendakian. jalur pendakian dimulai dengan melewati jalanan perkampungan warga yang berlandaskan semen namun tetap menanjak. 45 menit berlalu, kabar buruk pun terjadi. kakiku terasa sudah seperti lepas dari sendinya, karena tak kuat harus terus menyusuri jalan yang menanjak itu. ditambah lagi kurangnya persiapan fisik sebelum mendaki. terlintas di pikiranku untuk menyerah, kembali turun ke bawah, dan bermalam di sana. namun teman-teman tetap memberi saya support untuk terus jalan “ayoo, iso wes iso ! Igor Saykoji wae iso tekan Mahameru kok, moso’ kowe raiso ? semangat buoss !” (Ayo, bisa deh bisa ! Igor Saykoji aja kuat sampe Mahameru, masa kamu nggak bisa ? semangat !). kata-kata itu memang diucapkan untuk melecut semangatku, tapi entah kenapa nggak pengaruh sama raga ini. berulang-ulang kali aku berujar pada teman-teman saya “piye yo?”. mungkin jika dihitung sudah ratusan kali ku mengucapkan kata-kata itu. hingga mungkin teman-temanku berpikiran bahwa aku mulai kehilangan kesadaranku “HAHADUH!”. dengan keterbatasanku, pendakian ini berjalan sangat lambat. sebentar saja aku berjalan, aku meminta untuk berhenti. hingga rasa bersalahku memuncak pada waktu itu. padahal waktu itu hari mulai gelap, semakin lama kita berjalan, maka semakin larut pula kita sampai di Pos selanjutnya.

jalan setapak yang dilalui dikelilingi oleh pepohonan dan semak belukar yang tumbuh subur. debu yang tak nampak(karena gelap) juga menjadi kendala bagi kami. sekian lama berjalan, badan ini mulai terbiasa dengan medan yang dilalui. semua kata-kata pelecut semangat dari teman-teman juga memberi dampak bagi tubuhku yang lemah ini. halah!. beberapa jam berjalan, pos 2 sudah semakin dekat. namun kendala kembali terjadi. akibat minimnya pemanasan, kakiku sering mengalami kram. sehingga saat kambuh, perjalanan harus dihentikan sementara. ketua regu menginstruksikan supaya menggunakan koyo, namun dinginnya malam membuat koyo yang menempel itu hanya bagaikan isolasi biasa semata yang tak terasa khasiatnya walaupun ada.

Perjalanan terus berlalu, hingga akhirnya terdengar sayup-sayup suara keramaian dari kejauhan. “ah, ini sudah dekat” pikirku. ribuan bayangan tentang suasanya camping di gunung langsung terlintas di pikiranku. rasa sakit yang kuderita selama perjalanan pun semakin lama semakin memudar seiring berjalannya waktu. hingga akhirnya pukul 22.00 sampailah kita di pos 2, yaitu tempat yang biasa digunakan sebagai tempat camping bagi para pendaki. begitu tiba, yang ku lakukan adalah sujud syukur, dan kujabat semua tangan rekan-rekan sepejuanganku, dengan maksud berterima kasih atas bantuan moralnya.

tiba di pos 2 kami disambut dengan angin gunung yang dinginnya menusuk hingga tulang. tak pernah kurasakan dingin seperti ini sebelumnya. jaket, sarung tangan, syal, kaos kaki merupakan atribut yang WAJIB digunakan kala itu mengingat dinginnya malam itu. namun kami tidak bisa langsung bersantai-santai saja, kami harus membangun tenda yang nantinya akan jadi tempat kami bermalam. bayangkan, mendirikan tenda, di atas gunung, di malam yang gelap, diterpa angin yang kencang, dan diserbu oleh dinginnya merbabu. sangat melelahkan dan menyusahkan ! tapi disitulah kami bisa “menikmati” suasana gunung yang sebenarnya.

malam semakin larut, angin masih bertiup dengan kencangnya, dingin masih menyerang dengan brutalnya, dan tenda masih tampak rata dengan tanah. banyaknya pendaki pemula yang memiliki keterbatasan kemampuan membangun tenda ikut menghambat pendirian tenda malam itu. hingga akhirnya 2 dari 4 tenda selesai dibangun, dan di saat yang sama ada salah satu rekan kami yang kedinginan hebat. hingga kami memutuskan untuk mengungsikannya ke dalam tenda supaya lebih hangat, dan mulai untuk membuat api unggun. kencangnya angin juga ikut menghambat tersulutnya api unggun, hingga memakan waktu lebih dari 1 jam untuk menyaksikan kehangatan pelukan sang api.

api sudah menyala, tenda sudah berdiri dengan tegaknya, dan jiwa ini sudah merintih kelelahan, akhirnya kami keluarkan semua bekal yang kami bawa untuk kami nikmati bersama. seperti biasa, mi rebus menjadi ‘primadona’ malam itu bersama minuman hangat. hingga kami habiskan malam itu dengan menyantap hidangan ‘khas’ gunung dan bercanda ria, serta tak lupa tiupan angin gunung yang ‘MENYEJUKKAN’.

ImageTawa dibalik dinginnya malam~

waktu berlalu, hingga api unggun yang begitu perkasa sudah mulai menua, hingga kami putuskan untuk beristirahat guna melepas lelah dari perjalanan panjang dari Yogyakarta di dalam tenda yang masih kokoh berdiri. Istirahat yang cukup menjadi bekal yang vital bagi kami karena pada keesokan harinya kami berencana untuk menuju puncak merbabu pada pukul 03.00. dan… selamat malam, teman-teman~

….. bersambung ke Part. II

Mari Belajar Instalasi Listrik

berawal dari kewajiban saya sebagai mahasiswa semester 7 yang mengambil jurusan kependidikan, maka saya diwajibkan untuk menjalankan tugas yang bernama PPL atau Praktik Pengalaman Lapangan. disini saya harus bisa mengajar materi dari SMK jurusan listrik / elektro dari ilmu yang saua dapat di bangku kuliah. nah ini akan saya bagikan beberapa slide presentasi saya selama mengajar 😀

 

>>Standardisasi Simbol One-Line Diagram<<

http://www.4shared.com/file/7VCKhIJN/one_line_diagram.html

>>Instalasi Lampu (Latihan)<<

http://www.4shared.com/file/uwB1QXxG/demo_lampu.html