Wow! Kartu Paspor BCA kini ada Chip-nya!

Saya yakin anak muda kekinian pasti kenal dan tahu yang namanya Kartu ATM. Satu fasilitas yang ditawarkan oleh bank yang memberikan kemudahan bagi nasabahnya untuk melakukan transaksi keuangan dengan lebih mudah. Tak mau ketinggalan, saya pun punya hehe, ya bagaimana lagi, satu sarana yang paling memungkinkan untuk menggunakan sumber pemasukan saya ya dengan kartu ATM. Nah, bank yang saya (harus) gunakan adalah Bank BCA.

Sedikit flashback, ada satu cerita yang mengenaskan yang saya alami beberapa waktu lalu ketika hendak berbelanja, namun uang cash belum ada di dompet saya. Terpaksa transaksi harus dilakukan dengan metode gesek ala Debit BCA.

Saya (S) dan Bapak Penjual (B)

S : “Bayar pake debit BCA bisa, Pak?”

B : “Pake kartu? Bisa mas..”

*saya serahkan kartu debit saya, si bapak lalu menggesekkan kartu ke EDC-nya. Gesekan pertama; gagal! Kartu seolah tak terbaca di mesinnya. Gesekan kedua; masih negatif! Belum ada tanda2 balasan dari si mesin. Gesekan ketiga; ZONK! Si mesin hening tak bergeming.

B : (sambil menatapi kartu saya dengan wajah heran) “Wah, ini ga kebaca mas. Kartunya udah jelek, nih..” (sambil menunjukkan  bagian kartu yang cacat)

S : “hah?! Iya pak?? Waduh, kemaren masih bisa lho

B : “Itu udah jelek mas kartunya

S : “Iya yah, yaudah deh pak cash aja

Continue reading “Wow! Kartu Paspor BCA kini ada Chip-nya!”

Hal yang pernah ku tak suka

Entah ada angin apa, tangan saya secara tak sengaja membuka sebuah gambar lama yang tersimpan di android saya. Bukan sebuah gambar bernilai seni tinggi, juga bukan gambar personil girlband korea yang jadi idaman sejuta pria di dunia. Adalah sebuah gambar sederhana yang sempat saya screenshoot dari salah satu akun instagram ‘meme’ yang cukup terkenal di Indonesia.

Hal yang paling tidak kusuka saat bertambah besar adalah, Orang tuaku juga bertambah tua.

Tidak terasa hal itu juga yang sedang saya alami, terlebih setelah saya memutuskan untuk berhijrah meninggalkan kampung halaman untuk mengais ilmu sambil mencari sesuap nasi. Untuk dapat bersua dengan orang tua bukan lagi menjadi satu rutinitas. Hanya waktu-waktu tertentu saya baru bisa kembali mencium aroma khas tempat tinggal.

Di perantauan ini sering kali perasaan jenuh melanda, hingga merasa ingin cepat-cepat sudahi hari ini untuk sekedar lagi-lagi bertemu pada hari esok, yang mungkin tiada jauh bedanya dengan hari ini. Bertemu Senin ingin segera Selasa, berjumpa selasa ingin segera menyambut Rabu, begitu seterusnya hingga tak sadar diri ini sudah bertemu kembali dengan hari Senin. Begitu waktu berlalu tiada terasa hentinya.

Bila sudah sampai pada titik jenuhnya, serta diberi kesempatan untuk bertemu waktu senggang, tak jarang saya memutuskan untuk kembali ke rumah, bertemu kembali dengan keluarga.

Suatu ketika, saat kembali menginjakkan kaki di rumah saya sadar ada yang berbeda dari wajah kedua orang tua saya. Bukan, bukan senyumnya yang masih penuh ketulusan dibalik kenakalan saya, bukan pula raut wajah yang senantiasa masih memancarkan cahaya kasih sayang yang tulus. Terkejut saya melihat betapa banyak rambut putih yang bertumbuhan di mahkota kepala orang tua saya. “Ada apa ini? Dulu tak sebanyak ini seingatku”. Pernahkah kalian perhatikan itu?

Gagal Naik Kereta? Batalin Saja Tiketnya!

“Naik kereta api, tuut..tuut..tuut.. Siapa hendak turut, ke Bandung, Surabaya, Bolehlah naik dengan percuma..” Sepenggal lirik yang begitu familiar di telinga kita sejak kita masih kecil dahulu. Menceritakan sebuah moda transportasi yang kini sedang naik daun di kalangan masyarakat tanah air; kereta api. Kereta api sekarang sedang menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk bepergian ke luar kota, termasuk saya. Dulu saya masih tabu dengan yang istilah-istilah dalam per-kereta api-an. Apa itu peron, apa itu gerbong, siapa itu porter, bagaimana membeli tiket, apa syarat untuk membeli tiket, dan semacamnya. Tapi semenjak hijrah ke ibukota, Kereta api merupakan satu2nya moda transportasi yang selalu saya gunakan saat kembali ke kampung halaman.

Yup, semenjak transformasi besar-besaran di masa kepemimpinan KAI oleh Bapak Ignasius Jonan tahun 2011, image dari kereta api sudah berubah 180 derajat. Dulu orang bisa bebas naik kereta api seenaknya, bisa tiduran di board-desk, bisa numpang di lokomotif, bahkan ada yang nekat naik di atas gerbong hanya dengan uang yang seadanya. Begitupun dengan kondisi gerbong-gerbongnya, yang kumuh, panas, dan dijejali oleh pedagang asongan dimana-mana. Tapi kini? Lihat saja, gerbong ekonomi yang notabene merupakan gerbong kelas paling bawah, sudah dilengkapi dengan AC yang sejuk! Perokok juga sudah dilarang untuk melampiaskan ‘nafsu’-nya di dalam gerbong. Tidak ada lagi penumpang yang bebas duduk dan tiduran di lantai kereta, pokoknya rapi dan bersih! Tak heran jika kereta api berhasil meraih hati masyarakat untuk digunakan saat bepergian jauh. Terima kasih, Bapak Jonan! Continue reading “Gagal Naik Kereta? Batalin Saja Tiketnya!”